Minggu, 22 September 2013

Wartawan Bukan Hantu

Oleh Enjang Muhaemin

WARTAWAN bukanlah hantu, yang mesti ditakuti. Wartawan juga bukan musuh, yang harus dijauhi. Wartawan adalah orang yang mengemban tugas mulia untuk menggali data dan fakta, yang penting dan menarik untuk diinformasikan kepada publik. Tugasnya menyampaikan informasi, mengedukasi, menghibur, dan melakukan kontrol sosial.

Tugas itu tentu saja mulia. Namun sayangnya, masih saja ada pihak yang menganggap wartawan sebagai hantu hidup yang menakutkan, dan layak dijauhi. Bahkan parahnya, ada juga yang menganggap wartawan sebagai musuh yang harus dihabisi. Ini jelas fakta yang semestinya tidak terjadi. Idealnya, siapa pun dan pihak mana pun memposisikan wartawan sebagai mitra kerja.

Wartawan ditakuti memang bukan fakta baru. Sejarah juga mencatat, tokoh sekelas Napoleon Bonaparte saja demikian takutnya pada wartawan. Komandan perang yang gagah berani ini pernah berujar, “Saya lebih takut pada seorang wartawan daripada seratus moncong meriam.”

Di versi lain, Napoleon Bonaparte mengatakan, “Aku lebih takut kepada empat surat kabar daripada seratus serdadu dengan senapan bersangkur terhunus!”

Benarkah wartawan mesti ditakuti? Semestinya tidak! Wartawan adalah juru warta, bukan penebar fitnah, juga bukan agen ghibah. Ia adalah sosok profesional yang mengemban misi mencerdaskan, bukan menyesatkan. Ia adalah sosok manusia yang mengemban misi amar ma’ruf nahyi munkar, bukan amar munkar nahyi ma’ruf.

Anggapan Keliru

Apa yang membuat wartawan kerap ditakuti? Sebabnya banyak. Satu di antaranya, karena wartawan sebagai pewarta kerap dianggap sumber petaka. Anggapan Ini umumnya dipahami oleh mereka yang memiliki kesalahan dan para pelaku pelanggaran. Kelompok yang satu juga menganggap wartawan sebagai penyebar fitnah, dan pembuat onar (trouble maker).

Anggapan itu jelas keliru. Wartawan bukanlah penyebar fitnah, juga bukan sumber petaka. Wartawan adalah orang yang terikat dengan kode etik. Terlarang baginya menyebarkan berita bohong, berita fitnah. Ia terikat dengan aturan ketat yang mesti ditaati. Tidak bisa sembarangan, tidak bisa serampangan. Segalanya mesti berpedoman pada etik profesi yang mengaturnya.

Tak mungkin ada asap, kalau tidak api. Tak mungkin terbakar, kalau tak bermain api. Siapa pun tak perlu takut, wartawan itu bukan hantu. Wartawan juga bukan penyebar fitnah, juga bukan sumber petaka. Kenapa harus lari dan sembunyi. Hadapi dan jelaskan duduk masalahnya. Wartawan datang justru untuk meluruskan, bukan untuk menyesatkan opini yang berkembang.

Miris, banyak ada saja individu dan institusi yang lari dan sembunyi dari kejaran wartawan. Padahal, apa yang dilakukannya justru akan merugikan individu atau institusi itu sendiri. Alasannya sederhana, berita akan menjadi tidak berimbang. Bukan karena wartawan yang tidak mencoba keras mengkonfirmasi, tapi pihak yang hendak dikonfirmasi sendiri malah lari dan bersembunyi. Ini kan merugikan diri sendiri. []

:: Enjang Muhaemin, Staf Pengajar Jurnalistik UIN Bandung

Share this article now on :

DUNIA PERS