Senin, 10 Februari 2014

Wartawan Harus Jawab Persoalan Bangsa

Republika/Agung Supriyanto
REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Pemimpin Redaksi Republika Nasihin Masha mengatakan masih banyak persoalan-persoalan bangsa yang mesti dijawab para jurnalis. "Banyak tugas mulia yang menunggu di sana untuk diselesaikan. Masa depan bangsa juga menjadi tanggung jawab wartawan," kata Nasihin, Ahad (9/2).

Dia menyampaikan hal itu di sela penyelenggaran puncak Hari Pers Nasional 2014 di Bengkulu. Republika meraih berbagai penghargaan dalam acara itu. Menurut Nasihin, penghargaan bagi Republika menunjukkan kualitas yang mumpuni dan membuktikan standar jurnalistik yang terjaga pada diri wartawan Republika.

Wartawan Republika mendapat penghargaan khusus untuk kategori Cyber Media (online) dan Entertaiment. Pada kategori online penghargaan khusus diberikan kepada empat jurnalis, yaitu Abdullah Sammy, M Akbar Wijaya, Ira Sasmita, serta Dyah Ratna Meta Novia untuk karya berjudul "Nasib Buruh di Gedung DPR" yang diturunkan di Republika Online (ROL) pada 31 Desember 2013.

Pada kategori Entertaiment, penghargaan diraih oleh Teguh Setiawan dengan karya "Oh Miss Tjitjih". Abdullah Sammy menyatakan, ide awal karya "Nasib Buruh Di Gedung DPR" bermula dari ironi yang dialami sekitar 300 buruh di gedung DPR, seperti pekerja cleaning service, satpam, dan penjaga toilet, yang masih tidak jelas. Padahal, mereka bekerja untuk para pejabat di DPR.

Jurnalis lainnya, M Akbar Wijaya, menambahkan, penghasilan para buruh tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Mereka juga mengeluhkan nasib mereka yang sudah puluhan tahun bekerja namun belum diangkat," tambah pria yang kerap disapa Jay ini.

Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan, pers yang bebas merupakan salah satu prasyarat lahirnya kedaulatan rakyat dan demokrasi. Kritik dan kecaman pers kepada pemimpin hendaknya dipandang sebagai upaya memajukan bangsa dan negara.

Sedangkan, mantan duta besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal mengatakan, kebebasan pers di Indonesia sudah setara dengan negara-negara maju. Menurut Dino, kritik pers penting sebagai penyeimbang sekaligus kontrol terhadap jalannya kekuasaan. "Kebebasan pers di Indonesia menyamai Amerika Serikat," ujar Dino.

Kendati begitu, Dino berharap insan pers Indonesia lebih giat dalam menyajikan informasi positif ke masyarakat. Hal ini agar masyarakat memiliki kesadaran dan optimisme membangun bangsa. "Di samping informasi kabar buruk, hendaknya ada juga informasi yang mencerahkan," katanya. [] n akbar wijaya ed: m ikhsan shiddieqy

Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.

Sumber:  Republika Online
Share this article now on :

DUNIA PERS